Kalau ditanya apa resolusi saya untuk tahun 2017 saya akan bilang : lebih banya baca buku, lebih sedikit mengeluh dan sisanya lebih banyak menulis.
Kenapa begitu?
Karena saya ingin selalu hidup terarah, mempunyai tujuan. Saya selalu ngerasa macet kalau nggak didorong, bukan hanya sekedar motivasi, tapi lebih ke contoh walaupun saya nggak akan memakai semua contoh yang ada.
Oh selain itu saya ingin kuliah lagi. Bukan- saya belum sarjana. Dulu kuliah saya mandek begitu aja, maklum bukan anak orang berduit yang tinggal minta biaya kuliah ke mama. Apalagi saat itu memang keluarga saya sedang mengalamai masalah ekonomi.
Padahal, saya hepi banget waktu kuliah, dengerin dosen, ngerjain tugas sama temen atau sekali-dua kali ngantin waktu dosen nggak hadir.
Suer, masa kuliah adalah masa yang paling saya rindukan setelah jaman sekolah menengah pertama. Saya rindu berteman dengan orang yang dewasa menerut versi mereka (atau mencoba dewasa), nggak semuanya memang dekat sama saya. Saya aneh, saya nggak punya banyak temen, kalau punya temen ya sama dia aja sampe dianya pergi atau saya yang pergi.
Saya selalu ingin hidup apa adanya, tapi kemudian ingat kata-kata om Dedy Corbuzer di penghujung acaranya “Kalau kita hidup seperti air yang mengalir, kita nggak akan tahu bahwa kita bisa hidup lebih baik.”
Kita hanya menerima tanpa tahu bahwa jika kita berusaha maka kita bisa menerima lebih. Sumpah itu ngena banget di otak saya bahkan setelah beberapa tahun ini. Semenjak itu saya selalu membuat rencana untuk hidup saya.
Tapi ya begitu, nggak semua rencana bisa direalisasikan. Misalnya saya yang udah ngatur sebelum umur 24 harus sudah sarjana (itu sekitar 3 tahun yang lalu, saat saya mulai kuliah)
Sekarang saya udah umur 22, berarti cuma bisa kuliah 2 tahun demi sarjana — kayanya nggak mungkin. Jadi daftar itu saya coret. Dan alhasil target untuk menikah juga molor (karena saya nggak mau menikah sebelum sarjana.)
“Kenapa mesti nunggu sarjana buat menikah?”
Sering banget dikasih pertanyaan itu. Saya jaawabnya cuma “Karena kalau saya sudah menikah, saya akan fokus ke keluarga dan pekerjaan(selama suami mengijinkan)”
“Kan bisa kuliah setelah menikah? enak dibiayain sama suami”
saya tertawa lalu menjawab “Saya tipe orang yang nggak mau bergantung dengan orang lain. Kalau saya bisa sendiri kenapa harus dibiayain orang lain?”
Terus pasti ditanya gini “Kalau sudah siap kan enak nikah! Nikah itu enak, tidur ada yang nemenin, makan ada yang suapin, mau belanja ada yang bayarin .”
Sumpah, kalau saya nggak bisa menahan diri bakalan saya timpuk sama buku Breaking Dawn punya saya. “Emangnya nikah cuma soal ena-ena? Nikah cuma soal dibiayain sama suami? Nikah cuma soal makan ada yang nemenin? Nggak mikir anak? Nggak mikir kalau biaya hidup itu semakin tinggi? Nggak mikir kalau masa depan itu cepat berubah?”
Oke, mungkin saya berlebihan, tapi percayalah kalau saya itu hidup di era modern, saya ngerti pergerakan mata uang dollar (karena di kantor sering input pembelian impor) tapi nggak melupakan tradisional juga.
Hidup itu susah, saya nggak mau hidup terus dibilang “Uang hari ini ya untuk hari ini. Besok? Lihat aja besok.” suer saya paling sebel kalau denger kata beginian.
Jadi kesimpulannya “Saya ingin menjadi orang yang layak untuk keluarga saya kelak, nggak cuma soal gimana cara ngebahagiain suami, tapi juga cara gimana menjadi orang tua yang baik, karena nggak ada sekolah untuk menjadi orang tua.”
Walaupun titel nggak berarti banyak, tapi saya selalu ngerasa kalau saya nggak akan cukup layak tanpa pendidikan akademis, karena nantinya saya juga akan menjadi guru pertama untuk anak saya.
Oke, ini udah ngalor-ngidul. Kembalilah ke topik resolusi 2017.
Selain itu, saya pengen liburan. Liburan sama keluarga, karena keluarga kami jarang banget liburan. Jadi saya pengen liburan, syukur-syukur kalau bisa ditambah liburan sendiri.
Kayanya udah itu aja resolusi 2017 versi saya. Karena saya bukan orang ribet dengans egala rencana. Rencana saya cuma beberapa tapi terarah.
Jadi, apa resolusi 2017-mu?
Comments
Post a Comment