Tulisan ini dibuat untuk mengikuti #WritingChallenge yang diadakan Kampus fiksi untuk hari kelima (22 januari 2017)
Setelah kami kembali dari kampung halamanku dan mendapat restu serta dukungan untuk hubungan kami, akhirnya kami kembali ke ibukota, kali ini aku memilih untuk menggunakan kereta api.
"Kenapa mesti naik kereta sih, kan enak pesawat." dia menggerutu, maklum mungkin dia terbiasa menggunakan pesawat terbang.
"Kita kan nggak lagi buru-buru. Besok pagi juga udah nyampe Jakarta." kataku, akupun memilih berselancar di dunia maya lewat laptop untuk memilih film untuk menemani perjalanan kami.
"Mau usul malam ini kita nonton apa?" ujarku kemudian.
Dia mengangkat bahu "Horor aja."
"Ih kamu tega kalau aku teriak malem-malem gini?"
Dia terkekeh "Ya udah, gausah tanya kalau gitu. Kamu aja yang pilih."
Aku mengangguk antusias. "Oke!"
"Menurutmu, apa film yang membuatmu berkesan? Kita nggak seberapa sering nonton di bioskop, jadi nggak terlalu update kan."
Aku berhenti mencari film di laptop, berganti melihatnya. "Apa ya? Itu kan karena kamu sibuk kerja sampe jarang nonton, paling aku cuma nonton sama anak HRD"
"Maaf ya, karena aku kerja jadi kita jarang keluar." ujarnya "Kamu kan sukanya film drama gitu, film apa yang bikin berkesan?"
"My heart?" kataku.
"Kenapa film itu?"
"Nggak tahu, aku selalu nangis sama film itu walaupun udah berkali-kali liat." jawabku "Karena ceritanya sederhana, tapi kita bisa lihat bagaimana Rachel memberikan apa yang dia punya untuk cintanya. Untuk Farel."
Dia tersenyum "Terus apalagi?"
"The Vow termasuk nggak?" godaku.
"Kenapa?"
"Karena Channing Tatum yang main?"
Dia menggerutu, seperti biasa jika aku menyebutkan aktor favoritku.
"Tapi memang ceritanya bagus, perjuangan suami untuk menemani istrinya yang tiba-tiba hilang ingatan." aku tersenyum padanya sambil mengedipkan mataku.
"Nggak, yang lain." ujarnya.
Aku terkekeh, "The notebook."
"Yang kita tonton waktu itu?"
Aku mengangguk "Habis aku nonton film itu aku sadar,bahwa cinta juga mampu membuat dua orang yang saling mencintai itu bisa menaklukan apapun, temasuk penyakit hingga keduanya meninggal bersama, di ranjang yang sama, sambil berpelukan."
Dia mengecup keningku cepat. "Itu juga aku suka filmnya." akhirnya dia mengakui.
"Yang terakhir?"
"Apa ya?" aku kembali berpikir.
"Ayat-Ayat cinta."
"Kok? Kamu mau dimadu?" godanya.
Aku mencubit pinggangnya "Ogah! Awas ya kamu menikah lagi."
"Tapi kan sebenarnya dia memang nggak berniat menikah lagi, dia cuma dihadapkan sama sebuah pilihan untuk menyelamatkan seseorang."
"Iya memang, tapi poligami itu nggak mudah, akupun belum tentu bisa menjadi istri yang diduakan oleh suaminya sendiri."
"Tapi walaupun aku dikasih perempuan yang secantik Maria aku juga nggak akan memilih dia untuk menduakan kamu."
"Gombal! Kamu dikasih cabe-cabean juga doyan." gerutuku.
"Enggak lah sayang, aku ini cuma doyan sama kamu. Nggak akan ada perempuan lain yang bisa menggeser kamu di tempat perempuan kedua teristimewa di hati aku setelah mamaku." Katanya menenangkan.
Aku tersenyum, mencium pipinya singkat.
"Udah, ayo nonton, mau film ini?"
Aku mengangguk, lalu ia menekan tombol mulai di film yang aku pilih sehingga kami menonton film berdua, di kereta.
Comments
Post a Comment