Tulisan ini dibuat untuk mengikuti #WritingChallenge Kampus fiksi hari kedua 19 januari 2017
Malam itu aku berdiri sendiri di sudut lobby kantor untuk menunggu dia, dia yang kemarin dengan gayanya mengungkapkan perasaannya padaku.
"Udah lama nunggunya?" tanyanya yang tiba-tiba datang menghampiriku.
"Hah?"
"Kamu kaget?"
Aku menggeleng "Kamu lama banget."
"Nggak kenal Jakarta?"
"Nggak, aku bukan orang asli Jakarta." candaku.
Ia terkekeh, lalu mengenggam tangaku "Ayo."
Aku mengangguk, lalu mengikuti langkahnya meninggalkan kantor ini.
"Karena kita baru saja memulainya, maka mulai sekarang aku akan bertanya tentangmu, dan kamu harus menjawabnya." ujarnya saat kami sudah berada dalam mobilnya.
"Tentang?"
"Tentang semuanya."
Aku hanya bergumam untuk menjawabnya.
"Apa yang membuatmu histeris?"
Aku menoleh padanya "Pertanyaan macam apa itu?"
"Jawab saja." katanya sambil masih berusaha melewati kemacetan Jakarta.
"Hujan." Jawabku.
"Kenapa?" tanyanya kemudian.
"Entahlah, aku selalu histeris jika hujan turun, aku mencintai hujan tapi mempunyai hubungan yang sedikit buruk bersamanya. Jika hujan datang di pagi hari saat aku berangkat ke kantor maka aku pasti terlambat."
"Itu alasan kamu aja biar telat." godanya.
"Ngaco."
"Setelah hujan apa lagi?"
Aku berpikir sesaat "Macet termasuk nggak?"
"Kenapa macet membuatmu histeris?"
"Sebel aja, bikin gerah, lagian aku bukan orang Jakarta dan macet di Surabaya pun nggak separah ini yang sampai harus ngantor jam enam pagi padahal masuk jam delapan?"
"Itu tidak termasuk sayang, yang lainnya."
"Harusnya itu masuk hitungan." gerutuku.
Pria itu mengacak rambutku, "Sebutkan lagi."
"Oke, aku histeris kalau ada orang yang ngacak rambutku."
Dia tertawa "Maksudmu aku?"
"Siapa saja, karena rambutku adalah tipe rambut yang susah diatur dan tebal, jadi kalau berantakan pasti susah balikin seperti semula, dan aku benci bad hair days."
"Oke-oke, I'm sorry dear." lalu ia tertawa.
"Minta maaf kok ketawa." aku kembali menggerutu.
Dia kembali tertawa "Terus kamu mau apa?"
"Mau kamu diganti sama Channing Tatum aja." jawabku ketus.
"Dia lagi, dia kan udah punya istri." jawabnya tak suka.
"Nggak papa kalau aku mau dijadikan yang kedua."
"Ih kamu tuh ya." kini dia mencubit hidungku. "Lanjutin lagi, apa yang membuatmu histeris?"
"Ketemu Channing Tatum boleh masuk nggak?"
"Nggak!" Jawabnya ketus.
Aku mencebikkan mulutku, lalu berpikir kembali "Bisa keliling dunia?"
"Contohnya kemana?"
"Paris? setelah aku ke Mekkah buat Umroh dulu tapi."
"Kenapa gitu?"
"Munafik kalau aku sebagai perempuan nggak histeris kalau lihat menara Eifell, tapi ya seperti yang aku bilang, setelah aku bisa ke Mekkah, cium Hajar Aswad."
Kini ia tersenyum kemudian mengangguk "Itu aja?"
"Banyak sebenernya, tapi takut kamu bosen denger semua ceritaku."
"Nggak, aku nggak akan bosan hanya karena denger kamu bercerita, setidaknya kamu mau berbagi pikiran dan semua impianmu ke aku, siapa tahu kita bisa mewujudkannya bersama." Ujarnya lalu mencium lembut keningku.
Aku mengangguk dan tersenyum, menyadari dia yang berjanji akan selalu mendengarkan ceritaku, setidaknya kami akan berusaha mewujudkan bersama semua mimpi dan impian kami.
Comments
Post a Comment