Tulisan ini diikutkan dalam #WritingChallenge yang diadakan oleh kampus fiksi hari ke empat (21 januari 2017)
"Kamu masih ingat pertemuan pertama kita?" tanyanya saat kami sedang berada diatas pesawat yang akan menuju kediaman keluarga besarku- Surabaya.
Aku mengangguk, mengingat dengan jelas bagaimana awal pertemuan kami yang terkesan tidak istimewa, "Kenapa?" tanyaku.
Dia menggeleng, "Aku lagi keingetan aja, menurutmu gimana pertemuan pertama kita?"
"Gimana apanya? Pertemuan kita waktu itu nggak menghasilkan apa-apa, kita cuma kebetulan berada di kantor yang sama dan melewati rapat yang membosankan pula," gerutuku.
"Kamu nggak terpesona secara langsung gitu sama aku?" tanyanya tidak percaya.
Aku tersenyum lirih, lalu menggeleng "Kamu itu kaya es, tatapannya bikin orang membeku. Belum ketahuan kamu seperti apa waktu itu, setelah peremuan pertama kemudian ada pertemuan-pertemuan selanjutnya yang berujung sama kamu nembak aku setelah kita dekat walaupun kita berpisah setelahnya untuk kemudian seperti sekarang."
"Padahal aku suka banget kamu waktu itu, pakai kemeja rapi, rok yang selutut tapi pake flat shoes dan rambut cepol tinggi itu"
"Kan itu rapat, kebetulan aku yang diajak rapat waktu itu, dan aku juga nggak pakai sepatu hak tinggi dan rambut cepol karena males aja, orang rapat di kantor sendiri."
Kulirik dia yang sedang menggelengkan kepalanya "Kok bisa sih aku suka sama kamu ya?"
"Nggak tahu, tanya aja sama rumput yang bergoyang." jawabku kemudian.
Dia tertawa, kemudian melakukan kegiatan favoritnya : Mengacak rambutku "Tapi, kalau kita nggak ketemu waktu itu terus nggak ada pertemuan di kedai kopi di kantorku atau pertemuan di tempat-tempat lainnya, mungkin nggak akan ada kita yang sekarang kan?"
Aku menggumam, masih sibuk dengan rambutku yang susah kembali seperti semula, kini dia ikut merapikannya.
"Udah, meskipun rambut kamu berantakan, rambut kamu rontok, apa rambut kamu udah jadi uban, aku bakalan tetep jadi orang yang suka sama rambut kamu, rambut panjang gelombang favoritku." kemudian dia mencium puncak kepalaku.
Comments
Post a Comment