Aku kembali termenung pada foto yang masih menjadi wallpaper di ponselku. Foto yang kuambil diam-diam saat dia sedang menikmati kepiting lada hitam buatanku, penuh bumbu di sekitar bibirnya hingga aku yang gatal tidak bisa untuk tidak menyentuhnya.
“Kalau gambar aja rapi banget, tapi kalau makan belepotan.” kataku.
“Masakanmu enak, aku berani aja kolesterol naik kalau kamu tetep masakin tiap malam sambil pakai sandal berbulumu itu.” dia melirik kearah sandal bulu berwarna merah jambu yang dibelikannya saat kami sedang berlibur di puncak.
“Ih, aku nggak mau ya ngurus lelaki penyakitan.” aku memandangnya malas.
“Oh gitu ya? Jadi cuma mau aku yang sehat?”
Aku tertawa “Kalau aku mau kamu yang sehat ya waktu kamu sakit tipus kemarin udah aku tinggal kan? Lagian masa dokter malas buat ngerawat pasiennya sih?”
Dia mengangguk-angguk “Iya deh, bu dokter kesayangan tukang gambar ini kan romantisnya ngalahin Blake Lively-Ryan Reynolds.”
“Ah, tapi enak banget lah jadi mereka itu, jadi pasangan kok pas banget, bisa jadi keluarga idaman seluruh Hollywood.” kelakarku.
“Nggak semua yang indah di depan juga indah di belakang sayang, mungkin memang menurut dunia mereka adalah pasangan yang sempurna, tapi siapa sangka di dalam rumah tangga mereka seperti apa?” katanya “Nggak ada yang sempurna di dunia ini, mereka juga masih tahap belajar untuk memahami masing-masing pasangan. Kamu pernah berpikir betapa cemburunya Blake Lively kalau lihat suaminya akting dengan perempuan lain? Atau apa yang Ryan Reynolds lakukan kalau melihat istrinya di film yang seksi begitu? Kalau aku jadi Ryan Reynolds aku bakal hajar semua laki-laki yang melihat kamu seperti melihat bidadari, atau lebih parahnya lagi aku bakal mengurung kamu di rumah biar nggak bisa dilihatin sama sembarang orang. “
“Bapak tukang gambar sadis ya?” ujarku sambil terkekeh, kemudian berdiri, mngambil piringku dan piringnya sisa makan malam kami. “Aku kan nggak seksi-seksi banget, pinter juga baru jadi dokter anak, belum sampai jadi menteri kesehatan atau duta PBB, jadi ya siapa coba yang bakal ngelihat aku seperti lihat bidadari macam Blake Lively?”
“Tapi kan cuma kamu yang aku lihat sebagai bidadari, for me, there is only you.”
“Gombalmu itu nggak bisa dikurangin dikit ya? Dulu kayanya nggak pinter gombal kamu mas.”
“Dulu kan aku belum belajar dari kamu, You know how to treat me like a lucky man.”
“Udah, mual aku dengernya, nanti sayang kepitingnya kalau mesti dikeluarin dari perut.”
Pram tertawa “Kayanya kamu mesti membiasakan diri buat itu sayang, biar kamu nggak pindah ke hati dan laki-laki lain, jadi mesti dibisikin kata gombal tiap saat, siapa tahu besok bu dokter ditikung sama papa-papa gemes?”
Aku ikut tertawa “Papa-papa gemes itu seperti apa?” tanyaku sambil mencuci piring.
“Kalau kata cabe-cabean di kantor sih macam Ryan Reynolds, Ryan Gosling, David Beckham, terus sebangsa mereka deh.”
“Genit banget sih pakai denger dari cabe-cabean? Berarti kalau kamu punya anak nanti nggak masuk papa-papa gemes dong ya?”
“Masuk lah, nanti aku jadi pemimpin papa-papa gemes se Indonesia. Semua yang gemes-gemes harus lapor sama aku.”
Aku tertawa makin kencang “Udah ah, kamu bikin aku mules.”
Dia ikut tertawa “Tapi bener ya? Jangan terpikat sama papa-papa gemes, kan kamu cuma boleh terpikat sama hasil karyaku; tukang gambar paling gemesin.”
Saat kembali dari ingatan masa lalu, waktu sudah menunjukkan senja di kota Malang, angin sudah sibuk dengan urusannya untuk kembali mendinginkan kota ini. Aku kembali berjalan dari kebun belakang menuju rumah keluargaku.
“Dari mana An?” tanya kakak iparku- mbak Dara yang sedang menggendong puteri kecilnya di teras rumah.
“Dari belakang mbak. Lagi rewel ya?”
Mbak Dara mengangguk “Udah, masa lalu ya nggak usah dipikirin lagi, hapus aja semua hal yang mengingatkanmu sama dia. Buat apa mengingat kenangan yang mungkin memang harus kita lupakan?”
"Apa sih mbak, orang habis jalan-jalan doang di belakang.”
“Kali aja kamu mau mengingat kenangan An? Pram kan pernah kemari dan kalian seharian main air di sungai kaya anak kecil?” kemudian mbak Dara tertawa. “Padahal menurut mbak, kalian itu lucu. Eh tapi belum jodoh sih ya.”
Kini aku mengangguk “Andian udah ikhlas kok. Sumpah!” kemudian terkekeh.
"Ya sudah, yuk masuk, udah dingin. Masmu tadi beli cokelat only you sama Yasmin, kalau kamu nggak minta bakal habis itu.” katanya. Kemudian kami memasuki rumah.
#DapurCokelat - #Only You
Comments
Post a Comment