"Yakin kamu mau makan segitu banyak?" tanya kak Andra dengan heran.
Aku mengangguk. "Kenapa?"
"Nggak papa, biasanya kamu makan pakai diatur gitu."
"Kak, orang patah hati itu bisa berbuat hal yang di luar nalar. Daripada aku loncat dari lantai tujuh rumah sakit kan mending aku di sini, makan kue enak begini." kataku enteng. "Mau?" aku menyuapkan salah satu cupcake padanya.
"Apa itu?" tanya sambil mengunyah.
"Till I Miss you."
Dia mengangguk "Harusnya kemarin waktu antar kamu pulang sambil makan ini ya?"
"Kenapa memangnya?"
"Cake-nya kan kamu banget. Till I Miss You, kaya chat aku kan?"
Aku mengangguk, melanjutkan menyantap cake lain.
“Itu apa?" tunjuknya.
"Choco Monkey."
"Lucu."
"Iya lucu, monyetnya kaya kakak." aku terkekeh.
"Berani banget ya bilang aku monyet? Kalau aku monyet berarti kamu apa? Pisang? Biar bisa aku makan?" lalu dia mengacak rambutku.
“Ih, enggak lah ya." gerutuku. "Suka banget berantakin rambut orang nih.”
“Berry Happy-nya mana?" tanyanya masih sambil terkekeh.
"Aku nyoba cake baru, Berry Happy absen dulu."
Kak Andra mengangguk "Aku yang ini ya?"
Aku menjawabnya dengan anggukan.
“Jadi bagaimana sekarang? Si Pram sudah menikah. Kita juga sudah datang ke sana. Pram kelihatan banget masih sayang sama kamu."
“Iya lah, nanti juga waktu yang bakal melunturkan sayangnya ke aku."
“Kalau kamu? Masih sayang sama dia?"
Aku mengangguk "Masih kayanya, tapi ya sudahlah."
"Sudah, sudah cukup hubungan kalian. Sekarang nih ya, kamu sudah menulis the end buat hubungan kalian. Jadi ya sekarang siap buka buku baru sama orang baru."
Aku tersenyum. "Nanti deh."
"Kenapa mesti tunggu nanti kalau bisa sekarang?"
“Tunggu ada orang yang bakal beliin aku Berry Happy setiap hari."
“Kamu kira aku enggak sanggup beli in kalau cuma itu?"
Aku tertawa "Ngga tahu ya."
“Ngeremehin deh, aku bisa kali beli in kamu Berry Happy terus.”
“Masa?”
“Lihat aja nanti.” ujarnya.
Lalu kami berdua terdiam, aku memilih memandang langit yang kali ini dihiasi bintang.
“Kak.”
Dia menjawab dengan menggumam.
“kalau kakak jadi Pram, apa yang bakal kakak lakukan?”
“Kenapa tanya begitu?”
“Kan cuma tanya kak.”
“Kalau aku jadi Pram, aku akan mencoba membangun keluargaku sendiri, walaupun aku masih setengah mati cinta sama kamu, tapi aku akan bertanggung jawab untuk semua yang aku sudah lakukan.”
“Terus aku harus bagaimana?”
“Kamu? Ya harus jatuh cinta sama aku.” katanya sambil tersenyum. Aku menatapnya dengan jengah “Terus kamu mau nunggu dia? Nggak mungkin kamu akan menghancurkan sebuah keluarga lain kan?”
Aku mengangkat bahu.
“Andian, enggak semuanya berakhir bahagia seperti negeri dongeng. Hidup enggak seromantis drama Korea, enggak selucu pasien kamu atau enggak segampang sinetron Indonesia yang bisa ditebak. Karena hidup ini penuh perjuangan. Mungkin dia memang memperjuangkan kamu, tapi itu dulu. Sekarang dia harus memperjuangkan keluarga yang baru saja ia bangun. Kamu enggak mesti terlihat tegar. Aku tahu bagaimana rasanya ditinggalkan, atau menjadi yang tidak terpilih. Tapi bagaimanapun akhirnya, kita juga harus menjalani hidup sebagaimana mestinya.”
Aku diam, memikirkan kata-kata kak Andra.
“Aku tahu kamu butuh waktu. Aku enggak akan memaksa kamu untuk mencintai aku seperti mencintai Pram, aku cuma ingin menunjukkan kalau kamu berhak untuk bahagia tanpa Pram.” katanya “Pram itu sekarang sudah jadi masa lalu kamu dan kamu nggak hidup buat masa lalu. Kamu hidup untuk masa depan.”
Aku tersenyum, menatap ke dalam mata besarnya. “Terima kasih sudah menemani aku.”
Kak Andra mengangguk, sambil memeluk pundakku ia berbisik “Tapi aku punya tarif loh An, menemani kamu seperti kemarin-kemarin, atau tadi menemani ke pernikahan mantan itu nggak murah.”
Aku mencubit perutnya “Dasar dokter matre!”
Dia tertawa “Apalagi yang aku butuh kan selain terus bisa seperti ini sama kamu?” ujarnya “Begini sudah cukup buat sekarang, you wrap my heart and I don’t need anything else.” lalu ia tersenyum “Sama seperti cokelat yang sudah mempertemukan kita kembali saat itu, cokelat itu juga yang membuatku terperangkap sama kamu. Bagaimana caramu bertahan, bagaimana caramu memaafkan, bagaimana caramu bangkit dari hal yang bisa membuatmu jatuh.”
“Tapi kak.”
“Aku tahu kamu pasti belum merasakan hal yang aku rasakan, I love you at the first sight; pertama kali kita ketemu waktu kamu ospek, waktu itu memang aku masih penasaran sama kamu, kemudian aku jatuh cinta saat tahu kamu nggak bisa menyentuh katak.” Ia terkekeh “Tapi kemudian aku kehilangan kesempatan mendekati kamu. Hingga aku lulus dan kita berpisah.” ujarnya “Tapi aku senang ketemu kamu lagi. Kamu membuka kotak yang dulu aku simpan buat kamu. Kalaupun sekarang aku harus menunggu sebentar sampai kamu terbiasa sama aku; sama perasaan aku, aku pasti menunggu.”
“Yakin mau menunggu?”
Dia mengangguk mantap “Nunggu kamu doang mah bisa. Katanya tinggal beli Berry Happy setiap hari, siap anter jemput kamu, terus siap deket sama pasien cilik kamu kan? Aku oke!”
“Wait and See, butuh berapa lama buat aku jatuh cinta sama mulut gombalmu kak!”
“Aku nggak pernah gombal loh, bahkan aku nggak pernah seserius ini sama perempuan.”
Aku mengangguk, menyandarkan kepalaku pada pundaknya, tangannya membelai rambutku. Kini hanya ada dia, aku dan bintang. Dan aku hanya berharap semuanya berjalan seperti yang aku butuhkan.
Happiness isn’t about getting what you want; it’s about loving what you have and being grateful for it.
#DapurCokelat - Wrap My Heart.
Comments
Post a Comment